Tanya : Seringkali didapatkan sebagian
muslim mengatakan pada sebagian yang lain yang menjalankan sunnah memelihara
jenggot dengan ”jenggot kambing”, atau orang yang menaikkan batas celananya di atas
mata kaki dengan ”kebanjiran”. Apa hukum Islam dalam hal ini ?
Jawab : Di antara tanda orang yang
beriman adalah menetapi syari’atnya dan mengagungkannya dalam setiap sendi
kehidupan. Allah ta’ala telah berfirman :
ذَلِكَ وَمَنْ
يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ
”Demikianlah (perintah Allah). Dan
barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari
ketakwaan hati.” [QS. Al-Hajj : 22].
Adalah sikap yang bertentangan dengan
keimanan jika ada orang yang mengejek, mencemooh, dan memperolok syari’at atau
orang yang melaksanakan syari’at. Para ulama menyebut sikap-sikap seperti itu
dengan istilah : istihzaa’. Sikap
istihzaa’ ini merupakan sikap asli yang berasal dari orang-orang kafir. Salah
satu kaum yang selalu ber-istihzaa’ terhadap Islam dan kaum muslimin adalah
Yahudi. Allah telah mengabadikan sikap orang Yahudi dalam Al-Qur’an ketika
mereka membuat plesetan-plesetan untuk menghina Rasulullah shallallaahu ’alaihi
wasallam :
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا لا تَقُولُوا رَاعِنَا وَقُولُوا انْظُرْنَا وَاسْمَعُوا
وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu katakan (kepada Muhammad): "Raa`ina", tetapi
katakanlah: "Undhurna", dan "dengarlah". Dan bagi
orang-orang kafir siksaan yang pedih [QS. Al-Baqarah : 104]. [1].
Istihzaa’ adalah sikap/perbuatan yang
sangat berbahaya bagi seorang muslim jika melakukannya. Para ulama telah
sepakat bahwa istihzaa’ merupakan dosa besar yang dapat menyebabkan kekafiran
mengeluarkan pelakunya dari Islam.
Sejarah Islam telah mencatat bagaimana sikap
kaum munafiqiin yang mengolok-olok Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam dan
kaum muslimin yang dengan itu menyebabkan kekafiran mereka,
sebagaimana difirmankan Allah ta’ala :
يَحْذَرُ الْمُنَافِقُونَ
أَنْ تُنَزَّلَ عَلَيْهِمْ سُورَةٌ تُنَبِّئُهُمْ بِمَا فِي قُلُوبِهِمْ قُلِ
اسْتَهْزِئُوا إِنَّ اللَّهَ مُخْرِجٌ مَا تَحْذَرُونَ * وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ
لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ
وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ * لا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ
إِيمَانِكُمْ إِنْ نَعْفُ عَنْ طَائِفَةٍ مِنْكُمْ نُعَذِّبْ طَائِفَةً
بِأَنَّهُمْ كَانُوا مُجْرِمِينَ
Orang-orang yang munafik itu takut
akan diturunkan terhadap mereka sesuatu surat yang menerangkan apa yang
tersembunyi dalam hati mereka. Katakanlah kepada mereka: "Teruskanlah
ejekan-ejekanmu (terhadap Allah dan Rasul-Nya)". Sesungguhnya Allah akan
menyatakan apa yang kamu takuti itu. Dan jika kamu tanyakan kepada mereka
(tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab:
"Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja".
Katakanlah: "Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu
berolok-olok?" Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman.
Jika Kami memaafkan segolongan daripada kamu (lantaran mereka tobat), niscaya
Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang
yang selalu berbuat dosa. [QS. At-Taubah : 64-66].
Al-Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari dalam
Tafsir-nya dan Al-Imam Ibnu Abi Hatim telah meriwayatkan asbabun-nuzul (sebab
turunnya) ayat di atas dengan sanad tidak mengapa (la ba’sa) dari Abdullah bin
’Umar radliyallaahu ’anhuma :
قال رجل في
غزوة تبوك، في مجلس: ما رأينا مثل قرائنا هؤلاء؛ أرغب بطونا، ولا أكذب ألسنا، ولا
أجبن عند اللقاء. فقال رجل في المجلس: كذبت، ولكنك منافق، لأخبرن رسول الله ـ صلى
الله عليه وسلم ـ ، فبلغ ذلك النبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ ونزل القرآن. قال عبد
الله بن عمر: فأنا رأيته متعلقا بحقب ناقة رسول الله ـ صلى الله عليه وسلم ـ ، تنكبه
الحجارة، وهو يقول: يا رسول الله إنما كنا نخوض ونلعب. ورسول الله ـ صلى الله عليه
وسلم ـ يقول: ( أ بالله وآياته ورسوله كنتم تستهزؤون لا تعتذروا قد كفرتم بعد
إيمانكم )
Dalam majelis, berkatalah seorang
laki-laki pada perang Tabuk : “Kami tidak pernah melihat seperti tamu-tamu kita
ini; sangat mementingkan perut (rakus), sangat pendusta dan penakut dalam
pertempuran/peperangan”. Maka berkatalah
seseorang kepadanya : “Engkau berdusta, engkau jelas munafik. Akan aku laporkan apa yang engkau ucapkan
kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam”. Maka, sampailah ucapan
tersebut kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, kemudian turunlah
ayat di atas. Ibnu Umar kemudian
melanjutkan : “Maka aku lihat laki-laki tersebut bergantung di belakang unta Nabi,
tersandung batu-batu, sambil berkata : ‘Ya Rasulullah, kami hanya main-main
saja, tidak sungguh-sungguh”. Maka
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab : “Apakah dengan Allah,
ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kamu selalu mengolok-olok?. Tidak usah kamu meminta maaf, karena kamu
kafir setelah beriman” [selesai].
Al-Imam Abu Bakr Al-Jashshash
rahimahullah berkata :
فيه الدلالة
على أن اللاعب والجاد سواء في إظهار كلمة الكفر على غير وجه الإكراه. لأن هؤلاء
المنافقين ذكروا أنهم قالوا ما قالوه لعبا، فأخبر الله عن كفرهم باللعب بذلك. وروى
الحسن وقتادة أنهم قالوا في غزوة تبوك: أيرجو هذا الرجل أن يفتح قصور الشام
وحصونها!! هيهات هيهات. فأطلع الله نبيه على ذلك. فأخبر أن هذا القول كفر منهم على
أي وجه قالوا من جِد أو هزل، فدل على استواء حكم الجاد والهازل في إظهار كلمة
الكفر. ودل ـ أيضا ـ على أن الاستهزاء بآيات الله، أو بشيء من شرائع دينه: كفر من
فاعله
”Pada ayat tersebut terdapat dalil
bahwa seseorang yang bermain-main atau sungguh-sungguh adalah sama kedudukannya
dalam hal mengeluarkan kalimat kufur yang dilakukan dengan sengaja. Orang-orang
munafik tersebut mengatakan bahwa mereka mengatakan perkataan itu hanya
main-main saja. Maka Allah mengkhabarkan (kepada Nabi shallallaahu ’alaihi
wasallam) akan kekafiran mereka atas sebab hal itu. Al-Hasan dan Qatadah meriwayatkan
bahwasannya mereka (kaum munafiq) berkata dalam peperangan Tabuk : ”Apakah
laki-laki ini (yaitu Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam) berangan-angan
untuk membuka istana-istana Syaam beserta benteng-bentengnya ?! Sungguh sangat
jauh khayalan ini”. Maka Allah menampakkan perkataan mereka kepada Nabi-Nya.
Allah mengkhabarkan bahwasannya perkataan mereka itu adalah tanda kekufuran
mereka, baik itu serius atau main-main saja. Ini menunjukkan bahwa dalam
mengeluarkan ucapan-ucapan kufur baik serius atau main-main itu hukumnya sama.
Juga menunjukkan bahwa mengolok-olok ayat-ayat Allah atau satu bagian dari
syari’at agama-Nya adalah kekufuran bagi si pelaku” [selesai – Ahkaamul-Qur’an
ju3 hal 142].
Al-Imam Ibnul-Jauzi rahimahullah
berkata :
وقوله: {قَدْ
كَفَرْتُمْ } أي: قد ظهر كفركم بعد إظهاركم الإيمان؛ وهذا يدل على أن الجد واللعب
في إظهار كلمة الكفر سواء.
”Dan firman-Nya : ”Sungguh karena kamu
telah kafir”; yaitu tampaknya kekafiranmu setelah keimananmu. Ini menunjukkan
bahwa sungguh-sungguh atau bermain-main dalam mengeluarkan kalimat kekufuran
adalah sama” [Zaadul-Masiir 3/465].
Al-Lajnah Ad-Daaimah lil-Buhuts
wal-Iftaa’ pernah ditanya tentang hukum orang yang mengolok-olok sebagian
perkara-perkara yang disunnahkan seperti siwak, pakaian di atas mata kaki, dan
minum sambil duduk; maka dijawab :
من استهزأ
ببعض المستحبات، كالسواك، والقميص الذي لا يتجاوز نصف الساق، والقبض في الصلاة،
ونحوها مما ثبت من السنن؛ فحكمه: أنه يبين له مشروعية ذلك، وأن السنة عن الرسول ـ
صلى الله عليه وسلم ـ دلت على ذلك؛ فإذا أصر على الاستهزاء بالسنن الثابتة: كفر
بذلك، لأنه بهذا يكون متنقصا للرسول ـ صلى الله عليه وسلم ـ ولشرعه، والتنقص بذلك
كفر أكبر
”Barangsiapa yang mengolok-olok
sebagian perkara yang disunnahkan, seperti siwak, berpakaian tidak melebihi
pertengahan betis, bersedekap ketika shalat dan lainnya yang telah tetap dari
Sunnah; maka hukumnya adalah : Hendaknya ia diberikan penjelasan tentang
disyari’atkannya perbuatan tersebut (yang ia olok-olok). Bahwasannya Sunnah
Rasul shallallaahu ’alaihi wasallam menunjukkan demikian. Apabila setelah
diberi penjelasan bahwa hal tersebut merupakan bagian dari Sunnah yang telah
tetap, (orang tersebut masih saja mengolok-olok), maka ia telah kufur. Hal itu
disebabkan karena ia telah mencela dan menghujat Rasul shallallaahu ’alaihi
wasallam dan syari’atnya. Mencela dan menghujat yang seperti ini maka termasuk
kufur akbar” [Fataawaa Al-Lajnah Ad-Daaimah lisy-Syawaarifi hal. 141-142],
Memanjangkan jenggot dan menaikkan
celana di atas mata kaki (tidak isbal) termasuk diantara syari’at Islam yang
diajarkan oleh Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam [2]. Maka tidak pantas
bagi seseorang meninggalkannya, apalagi malah mengolok-oloknya. Hendaknya
setiap kaum muslimin senantiasa menjaga lisannya agar tidak sampai
digelincirkan oleh syaithan untuk mengucapkan kalimat-kalimat kekufuran yang
akan membuatnya menyesal di dunia dan di akhirat. Wallaahu a’lam.
[1]
Tentang syari’at memanjangkan jenggot :
عن أبي هريرة
قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم جزوا الشوارب وأرخوا اللحى خالفوا المجوس
Dari Abu Hurairah radliyallaahu ’anhu
ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam :
”Pangkaslah kumis, panjangkanlah jenggot, danm selisihilah kaum Majusi” [HR.
Muslim no. 260].
Tentang syari’at mengangkat pakaian/celana/sarung
di atas mata kaki :
عن حذيفة قال
أخذ رسول الله صلى الله عليه وسلم بعضلة ساقي أو ساقه فقال هذا موضع الإزار فإن
أبيت فأسفل فإن أبيت فلا حق للإزار في الكعبين قال أبو عيسى هذا حديث حسن صحيح
Dari Hudzaifah radliyallaahu ‘anhu ia
berkata : “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam memegang urat betisku”.
Maka beliau bersabda : “Ini adalah batas panjang kain sarungmu. Apabila engkau
enggan, maka boleh di bawahnya. Dan jika engkau enggan, maka tidak ada hak bagi
kain sarung untuk melebihi mata kaki”
[HR. At-Tirmidzi no. 1783; dan beliau berkata : Ini adalah hadits hasan
shahih].
[2]
”Raa’inaa” artinya : sudilah kiranya kamu memperhatikan kami. Ketika
para shahabat radliyallaahu ’anhum menggunakan kata-kata ini kepada Rasulullah
shallallaahu ’alaihi wasallam, orang-orang Yahudi pun latah meniru mereka namun
dengan diplesetkan untuk menghina beliau shallallaahu ’alaihi wasallam. Orang
Yahudi mengatakan : ”Ru’unah” yang
artinya adalah : ketololan yang amat sangat. Oleh karena itulah, Allah
memerintahkan para shahabat agar mengatakan undhurnaa yang artinya sama dengan
raa’inaa.
Abu Al-Jauzaa' :, 15 Januari 2009
Abu Al-Jauzaa' :, 15 Januari 2009
Uztad MTA sering mengatakan
BalasHapus"jenggot mung 3 helai koq dipelihara"
"celana koq kaya kebanjiran, terus apa gara2 celana kita panjang (isbal) terus masuk neraka? koq mudah sekali masuk neraka? apa surga itu milik mereka"
"lailatul qadar koq dikejar dengan melekan terus besoknya ga masuk kerja"
seperti ini bagaimana hukumnya?
dari artikel diatas..
BalasHapusPara ulama telah sepakat bahwa istihzaa’ (mengolok-olok syariat) merupakan dosa besar yang dapat menyebabkan kekafiran mengeluarkan pelakunya dari Islam.
Kalau memang demikian, saya sarankan saudara untuk menegur langsung supaya gugur kewajiban antum untuk tawashau.
BalasHapus