Dalil mereka adalah ayat berikut ini,
قُلْ لَا
أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ
إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ
فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ فَمَنِ
اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan
kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya,
kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging
babi - karena sesungguhnya semua itu kotor - atau binatang yang
disembelih atas nama selain Allah.” (QS. Al An’am: 145).Berdasarkan ayat ini ada dua kesimpulan dari mereka.
Pertama, hukum asal setiap makanan itu halal karena ayat ini jelas menyatakan, “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya”.
Kedua, yang dikecualikan dari pernyataan halal sebelumnya artinya menjadi haram adalah empat macam yaitu bangkai, darah yang mengalir, daging babi, dan binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Jadi ada empat saja yang terlarang. Dalam ayat ini tidak disebutkan anjing, maka asalnya anjing itu halal.
Baiklah, apakah pemahaman semacam ini dibenarkan? Itu yang insya Allah akan kita bahas. Intinya, kami akan memaparkan bahwa hadits nabi seharusnya jadi pegangan dan jangan hanya memperhatikan Al Qur’an Al Karim saja. Karena hadits Nabawi itu berfungsi sebagai penjelas dan pelengkap Al Qur’an, maka hukum yang ditetapkan dalam hadits pun harus diambil. Lebih lanjut mari kita simak pembahasan berikut ini.
Petunjuk Nabimu Tidak Boleh Diabaikan
Jika ada yang menanyakan, “Apakah makanan atau hewan yang diharamkan hanya sebatas yang disebutkan dalam Al Qur’an?” Jawabannya, tidak hanya terbatas dalam Al Qur’an saja. Karena kita pun diperintahkan untuk mentaati perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jadi apa yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam larang tetap kita jauhi. Abul ‘Abbas Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
فَعَلَيْنَا أَنْ
نَتَّبِعَ الْكِتَابَ وَعَلَيْنَا أَنْ نَتَّبِعَ الرَّسُولَ وَاتِّبَاعُ
أَحَدِهِمَا هُوَ اتِّبَاعُ الْآخَرِ ؛ فَإِنَّ الرَّسُولَ بَلَّغَ
الْكِتَابَ وَالْكِتَابُ أَمْرٌ بِطَاعَةِ الرَّسُولِ . وَلَا يَخْتَلِفُ
الْكِتَابُ وَالرَّسُولُ أَلْبَتَّةَ كَمَا لَا يُخَالِفُ الْكِتَابُ
بَعْضُهُ بَعْضًا
“Wajib bagi kita untuk mengikuti Al Qur’an, begitu pula wajib bagi
kita mengikuti petunjuk Rasul. Mengikuti salah satu dari keduanya (Al
Qur’an dan hadits Rasul), berarti mengikuti yang lainnya. Karena Rasul
shallallahu ‘alaihi wa sallam bertugas untuk menyampaikan isi Al Qur’an.
Dalam Al Qur’an sendiri terdapat perintah untuk menaati Rasul. Perlu
juga dipahami bahwa Al Qur’an dan petunjuk Rasul sama sekali tidak
saling bertentangan sebagaimana halnya isi Al Qur’an tidak saling
bertentangan antara ayat satu dan ayat lainnya.”[1]Kita dapat melihat bahwa dalam beberapa ayat, Allah memerintahkan untuk menaati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ayat pertama,
قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْكَافِرِينَ
“Katakanlah: "Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir.” (QS. Ali Imron: 32). Ayat ini menunjukkan dengan jelas kita harus menaati Rasul.Ayat kedua,
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.”
(QS. An Nur: 63). Ayat ini menunjukkan bahwa siapa saja yang
menyelisihi perintah Rasul akan mendapat ancaman. Hal ini menunjukkan
bahwa perintah beliau pun harus tetap diikuti.Ayat ketiga,
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula)
bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan
suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang
urusan mereka.” (QS. Al Ahzab: 36). Ayat ini menunjukkan orang mukmin tidak lagi punya pilihan jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah menetapkan hukumnya.Ayat keempat,
فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ
“Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya).” (QS. An Nisa’: 59). Ayat ini menunjukkan agar mengembalikan perselisihan kepada Allah dan Rasul-Nya.Ayat kelima,
فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ
“Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian.”(QS. An Nisa’: 59).Ayat ini menunjukkan bahwa kita diperintahkan untuk mengembalikan perselisihan kepada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dan di sini menunjukkan benarnya dan menunjukkan konsekuensi dari keimanan.
Berbagai hadits pun menunjukkan untuk menaati Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Hadits pertama,
فَعَلَيْكُمْ
بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ
تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ
“Maka, hendaklah kalian berpegang dengan sunahku, sunah para
khalifah yang lurus dan mendapat petunjuk, berpegang teguhlah dengannya
dan gigitlah dengan gigi geraham.” (HR. Abu Daud no. 4607, At Tirmidzi no. 2676, Ibnu Majah no. 42, Ahmad 4/126. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)Hadits kedua,
دَعُونِي مَا
تَرَكْتُكُمْ إِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِسُؤَالِهِمْ
وَاخْتِلَافِهِمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ فَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ
فَاجْتَنِبُوهُ وَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا
اسْتَطَعْتُمْ
“Biarkanlah apa yang aku tinggalkan untuk kalian, hanyasanya
orang-orang sebelum kalian binasa karena mereka gemar bertanya dan
menyelisihi nabi mereka, jika aku melarang kalian dari sesuatu maka
jauhilah, dan apabila aku perintahkan kalian dengan sesuatu maka
kerjakanlah semampu kalian” (HR. Bukhari no. 7288 dan Muslim no. 1337, dari Abu Hurairah)Hadits ketiga,
أَلاَ إِنِّى
أُوتِيتُ الْكِتَابَ وَمِثْلَهُ مَعَهُ أَلاَ يُوشِكُ رَجُلٌ شَبْعَانُ
عَلَى أَرِيكَتِهِ يَقُولُ عَلَيْكُمْ بِهَذَا الْقُرْآنِ فَمَا وَجَدْتُمْ
فِيهِ مِنْ حَلاَلٍ فَأَحِلُّوهُ وَمَا وَجَدْتُمْ فِيهِ مِنْ حَرَامٍ
فَحَرِّمُوهُ أَلاَ لاَ يَحِلُّ لَكُمْ لَحْمُ الْحِمَارِ الأَهْلِىِّ
وَلاَ كُلُّ ذِى نَابٍ مِنَ السَّبُعِ وَلاَ لُقَطَةُ مُعَاهِدٍ إِلاَّ
أَنْ يَسْتَغْنِىَ عَنْهَا صَاحِبُهَا وَمَنْ نَزَلَ بِقَوْمٍ فَعَلَيْهِمْ
أَنْ يَقْرُوهُ فَإِنْ لَمْ يَقْرُوهُ فَلَهُ أَنْ يُعْقِبَهُمْ بِمِثْلِ
قِرَاهُ
“Ketahuilah, sesungguhnya aku diberi Al -Qur'an dan yang semisal
bersamanya (As Sunnah). Lalu ada seorang laki-laki yang dalam keadaan
kekenyangan duduk di atas kursinya berkata, "Hendaklah
kalian berpegang teguh dengan Al-Qur'an! Apa yang kalian dapatkan dalam
Al-Qur'an dari perkara halal maka halalkanlah. Dan apa yang kalian
dapatkan dalam Al-Qur'an dari perkara haram maka haramkanlah.
Ketahuilah! Tidak dihalalkan bagi kalian daging keledai jinak, daging
binatang buas yang bertaring dan barang temuan milik orang kafir mu'ahid
(kafir dalam janji perlindungan penguasa Islam, dan barang temuan milik
muslim lebih utama) kecuali pemiliknya tidak membutuhkannya. Dan
barangsiapa singgah pada suatu kaum hendaklah mereka menyediakan tempat,
jika tidak memberikan tempat hendaklah memberikan perlakukan sesuai
dengan sikap jamuan mereka." (HR. Abu Daud no. 4604. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini shahih).Perhatikan baik-baik kalimat yang kami garis bawahi dalam hadits ketiga ini. Seakan-akan apa yang dulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam benar-benar terjadi saat ini. Ternyata saat ini sebagian umat Islam hanya mau mengambil apa yang telah disebutkan dalam Al Qur’an saja. Sehingga karen anjing tidak disebut dalam Al Qur’an kalau itu haram, maka mereka pun tidak mengharamkannya. Sungguh inilah bukti nubuwah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ibnu ‘Abdil Barr mengatakan, “Allah Ta’ala telah memerintahkan kita untuk menataati Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam dan diperintahakan untuk mengikuti petunjuk beliau secara mutlak dan dalam perintah tersebut tidak dikaitkan dengan syarat apa pun. Oleh karena itu mengikuti beliau sama halnya dengan mengikuti Al Qur’an. Sehingga tidak boleh dikatakan, kita mau mengikuti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam asalkan bersesuaian dengan Al Qur’an. Sungguh perkataan semacam ini adalah perkataan orang yang menyimpang.”[2]
Ringkasnya dari pembahasan dan dalil-dalil yang kami kemukakan: Walaupun tidak ada larangan atau perintah dalam Al Qur’an, namun jika Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan atau melarang, maka seruan beliau tetap harus dipatuhi.
Bukti Haramnya Anjing Dalam Hadits Nabawi
Berikut kami bawakan beberapa bukti tentang haramnya anjing dalam berbagai hadits Nabawi.
Pertama: Hadits yang menerangkan larangan memakan binatang yang bertaring dan taringnya digunakan untuk memangsa binatangnya.
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُلُّ ذِي نَابٍ مِنْ السِّبَاعِ فَأَكْلُهُ حَرَامٌ
“Setiap binatang buas yang bertaring, maka memakannya adalah haram.” (HR. Muslim no. 1933)Dari Abi Tsa’labah, beliau berkata,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - نَهَى عَنْ أَكْلِ كُلِّ ذِى نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ .
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang memakan setiap hewan buas yang bertaring.” (HR. Bukhari no. 5530 dan Muslim no. 1932)Dari Ibnu ‘Abbas, beliau berkata,
نَهَى رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ كُلِّ ذِي نَابٍ مِنْ
السِّبَاعِ وَعَنْ كُلِّ ذِي مِخْلَبٍ مِنْ الطَّيْرِ
“Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang memakan setiap
binatang buas yang bertaring, dan setiap jenis burung yang mempunyai
kuku untuk mencengkeram.” (HR. Muslim no. 1934)An Nawawi rahimahullah mengatakan dalam Syarh Muslim,
قَالَ أَصْحَابنَا : الْمُرَاد بِذِي النَّاب مَا يُتَقَوَّى بِهِ وَيُصْطَاد
“Yang dimaksud dengan memiliki taring adalah –menurut ulama Syafi’iyah-, taring tersebut digunakan untuk berburu (memangsa).”[3] Dari definisi ini, anjing berarti termasuk dari hewan yang diharamkan untuk dikonsumsi.Kedua: Anjing termasuk hewan fasik yang boleh dibunuh.
Dari ‘Aisyah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
خَمْسٌ فَوَاسِقُ يُقْتَلْنَ فِى الْحَرَمِ الْفَأْرَةُ ، وَالْعَقْرَبُ ، وَالْحُدَيَّا ، وَالْغُرَابُ ، وَالْكَلْبُ الْعَقُورُ
“Ada lima jenis hewan fasiq (berbahaya) yang boleh dibunuh ketika
sedang ihram, yaitu tikus, kalajengking, burung rajawali, burung gagak
dan kalb aqur (anjing galak).” (HR. Bukhari no. 3314 dan Muslim no. 1198)An Nawawi dalam Syarh Muslim menjelaskan, “Makna fasik dalam bahasa Arab adalah al khuruj (keluar). Seseorang disebut fasik apabila ia keluar dari perintah dan ketaatan pada Allah Ta’ala. Lantas hewan-hewan ini disebut fasik karena keluarnya mereka hanya untuk mengganggu dan membuat kerusakan di jalan yang biasa dilalui hewan-hewan tunggangan. Ada pula ulama yang menerangkan bahwa hewan-hewan ini disebut fasik karena mereka keluar dari hewan-hewan yang diharamkan untuk dibunuh di tanah haram dan ketika ihram.”[4]
Sedangkan yang dimaksud dengan “kalb aqur” sebenarnya bukan maksudnya untuk anjing semata, inilah yang dikatakan oleh mayoritas ulama. Namun sebenarnya kalb aqur yang dimaksudkan adalah setiap hewan yang pemangsa (penerkam) seperti binatang buas,macan, serigala, singa, dan lainnya. Inilah yang dikatakan oleh Zaid bin Aslam, Sufyan Ats Tsauri, Ibnu ‘Uyainah, Imam Asy Syafi’i, Imam Ahmad dan selainnya.[5]
Ketiga: Upah jual beli anjing adalah upah yang haram, sehingga anjing haram untuk dimakan.
Dari Abu Mas’ud Al Anshori, beliau berkata,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - نَهَى عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ وَمَهْرِ الْبَغِىِّ وَحُلْوَانِ الْكَاهِنِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sungguh melarang dari upah jual beli anjing, upah pelacur dan upah tukang ramal.” (HR. Bukhari no. 2237)Dari Abu Az Zubair, ia berkata bahwa ia mengatakan pada Jabir bin ‘Abdillah mengenai upah jual beli anjing dan kucing. Jabir lantas menjawab,
زَجَرَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ ذَلِكَ.
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang dari upah jual beli anjing dan kucing.” (HR. Muslim no. 1569)Perlu ingat pula kaedah, “Jika Allah melarang memakan sesuatu, maka pasti upah hasil jual belinya haram.”
Dari Ibnu ‘Abbas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا حَرَّمَ عَلَى قَوْمٍ أَكْلَ شَىْءٍ حَرَّمَ عَلَيْهِمْ ثَمَنَهُ
“Sungguh jika Allah mengharamkan suatu kaum untuk mengkonsumsi sesuatu, Allah pun melarang upah hasil penjualannya.” (HR. Abu Daud no. 3488 dan Ahmad 1/247. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)Dari sini jelaslah pula haramnya jual beli anjing karena anjing itu haram untuk dimakan.
Keliru Dalam Memahami Surat Al An’am Ayat 145
Sebagian orang salah dalam memahami surat Al An’am ayat 145 berikut,
قُلْ لَا
أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ
إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ
فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ فَمَنِ
اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan
kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya,
kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging
babi - karena sesungguhnya semua itu kotor - atau binatang yang
disembelih atas nama selain Allah.” Kesimpulan mereka bahwa yang
diharamkan hanyalah yang disebutkan dalam ayat ini saja. Berikut kami
bawakan sanggahan dari ulama besar yang hidup 200 tahun silam, Muhammad
bin ‘Ali Asy Syaukani rahimahullah (terkenal dengan Imam Asy Syaukani). Ketika menafsirkan surat Al An’am ayat 145 dalam Fathul Qodir, beliau memberikan penjelasan yang berisi sanggahan yang sangat bagus terhadap pendapat semacam tadi:“Sesungguhnya Allah Ta’ala telah mengabarkan pada mereka bahwa tiadalah ia peroleh dalam wahyu sesuatu yang diharamkan kecuali yang disebutkan dalam ayat ini. Maka ayat ini menunjukkan bahwa yang diharamkan sebatas yang disebutkan dalam ayat ini seandainya ayat ini adalah Makiyah. Namun setelah surat ini, turunlah surat Al Maidah (ayat 3) di Madinah dan ditambahkan lagi hal-hal lain yang diharamkan selain yang disebutkan dalam ayat ini. Seperti yang disebutkan terlarang adalah al munkhoniqoh (hewan yang mati dalam keadaan tercekik), al mawquudzah (hewan yang mati karena dipukul dengan tongkat), al mutaroddiyah (hewan yang mati karena lompat dari tempat yang tinggi), dan an nathihah (hewan yang mati karena ditanduk). Juga disebutkan dari sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai haramnya setiap binatang buasa yang bertaring dan setiap burung yang memiliki cakar (untuk menerkam mangsa). Begitu juga disebutkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai haramnya keledai piaraan, anjing dan lainnya.
Secara global (yang dimaksud surat Al An’am ayat 145), keumuman yang ada berlaku jika kita lihat dari hewan yang dimakan sebagaimana yang dimaksudkan dalam konteks ayat dan terdapat nantinya istitsna’ (pengecualian). Namun hewan-hewan yang mengalami pengecualian sehingga dihukumi haram tetap perlu kita tambahkan dengan melihat dalil lainnya dari Al Quran dan As Sunnah yang menunjukkan masih ada hewan lain yang diharamkan. Tetapi kenyataannya diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, Ibnu ‘Umar, dan ‘Aisyah, mereka menyatakan bahwa tidak ada hewan yang haram kecuali yang disebutkan dalam surat Al An’am ayat 145. Imam Malik pun berpendapat demikian. Namun ini adalah pendapat yang sangat-sangat lemah. Karena ini sama saja mengabaikan pelarangan hewan lainnya setelah turunnya surat Al An’am ayat 145. Pendapat ini juga sama saja meniadakan hewan-hewan yang dikatakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai hewan yang haram untuk dimakan, yang beliau menyebutkan hal tersebut setelah turunnya surat Al An’am ayat 145. Peniadaan yang dilakukan oleh mereka-mereka tadi tanpa adanya sebab dan tanpa ada indikator yang menunjukkan diharuskannya peniadaan tersebut.”[6]
Ringkasnya, pendapat yang menyatakan bahwa yang diharamkan hanyalah yang disebutkan dalam surat Al An’am ayat 145 adalah pendapat yang lemah dilihat dari beberapa sisi:
- Pengecualian dalam ayat tersebut mesti melihat dari dalil lain dalam Al Quran dan Hadits Nabawi.
- Dalam surat Al Maidah ayat 3 masih disebutkan adanya hewan tambahan yang diharamkan.
- Dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga disebutkan adanya hewan lain yang diharamkan yang tidak disebutkan dalam Al Quran semacam keledai piaraan, anjing, dan binatang buas yang bertaring.
- Kalau ini dikatakan sebagai pendapat Ibnu ‘Abbas, maka perlu ditinjau ulang karena Ibnu ‘Abbas meriwayatkan hadits mengenai terlarangnya binatang buas yang bertaring. Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang memakan setiap binatang buas yang bertaring, dan setiap jenis burung yang mempunyai kuku untuk mencengkeram.” (HR. Muslim no. 1934)
- Sebagian ulama katakan bahwa surat Al An’am ayat 145 telah dinaskh (dihapus) dengan surat Al Maidah ayat 3.[7]
Diselesaikan di Pangukan-Sleman, 29 Rabi’ul Akhir 1431 H (13/04/2010)
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.rumaysho.com
[1] Majmu’ Al Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, 19/84, Darul Wafa’, cetakan ketiga, tahun 1426 H.
[2] Jaami’ Bayanil ‘Ilmi wa Fadhlih (2/190-191), dinukil dari Ma’alim Ushul Fiqh, hal. 126.
[3] Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, Yahya bin Syarf An Nawawi, 13/83, Dar Ihya’ At Turots Al ‘Arobi, cetakan kedua, 1392.
[4] Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 8/114.
[5] Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 8/114-115.
[6] Fathul Qodir, Asy Syaukani, 2/490, Mawqi’ At Tafasir.
[7] Lihat Zaadul Masiir, Ibnul Jauzi, 2/427, Mawqi’ At Tafasir.
KaLO anda memfitnah MTA menghalalkan anjing, maka tolong tabayyun dulu. Yang berhak menghalalkan dan mengharamkan atas sesuatu adalah ALLAH. Kalo pernyataan ini dipelintir sebagai "pernyataan MTA" yang menghalalkan ANJING, maka sungguh antum sudah memfitnah. MTA TIDAK MENGHALALKAN ANJING dan JIKA ADA WARGA NGAJI YANG MEMAKAN ANJING, HARAP KELUAR DARI MTA. BELUMKAH CUKUP HAL INI MENJELASKAN BAHWA MTA TIDAK MENGHALALKAN ANJING? ANJING TETAP HARAM/TIDAK BOLEH DIMAKAN OLEH SIAPAPUN UMAT ISLAM DI DUNIA INI....
BalasHapusKalau antum orang MTA tentu tahu bagaimana MTA menjelaskan arti 'innama' dalam Al-Baqarah 173, yakni memahaminya sebagai pembatasan secara hakiki, sehingga diluar yang disebutkan ayat tsb tidaklah haram (paling banter makruh). Sehingga muncul statement diplomasi (utk tidak dikatakan menghalalkan) 'Yang berhak menghalalkan dan mengharamkan atas sesuatu adalah ALLAH'.
HapusSaudaraku, blog ini ada bukan untuk menfitnah. Kalau betul menurut faham MTA bahwa anjing itu haram (artinya pemahamannya sudah berubah), maka pada blog ini juga perlu saya koreksi.
Jujur saya masih ragu kalau antum siswa MTA dengan pernyataan di atas!
Bismillah, kepada saudaraku cah dinar serta saudara lain yang sepemahaman dengan beliau , bedakah pernyataan bahwa daging anjing tidak diharamkan di Al Qur'an dengan daging anjing halal?
Hapusragu anjing haram? kalo ragu ya tinggalkanlah. gitu aja repot.
BalasHapusMaksud?
Hapusزَجَرَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ ذَلِكَ.
BalasHapus“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang dari upah jual beli anjing dan kucing.” (HR. Muslim no. 1569)
koreksi aja pak Bro..
masak artinya seperti itu?
dari bbrp hadits2 diatas tidak disebutkan kucing secara spesifik, hanya disebutkan binatang buas. lha kok kata kucing ini tiba2 muncul? kalo dijawab bisa aja kucing dan anjing dimasukkan dalam kategori binatang buas!? ya..saya juga setuju hal tersebut. tolong tulis semua nama binatang buas kalo nama kucing dan anjing juga boleh dimasukkan.
mungkin untuk koreksi saja arti hadits diatas tidak terdapat kata kucing -Qiththun, hirratun- dan arti عَنْ ذَلِكَ artinya adalah "seperti itu ".
tentu bukan seperti yg tertulis di atas "telah melarang dari upah jual beli anjing dan kucing.” seakan2 kata kucig dan anjing ada terdapat dalam hadits padahal kata kucing dan anjing tsb adalah penjelasan dari penulis termasuk kata "upah"
khawatir aja kalo ada penambahan2 arti/makna dari hadits. tulis aja hadits dan penjelasannya tidak berada dalam satu tempat.
atau penulisan hadits diatas HR. Muslim no. 1569 yang tidak lengkap?? dan memang benar2 tidak ada spt diatas?? tanpa mengecek ulang dan hanya copast agar lebih mudah?? semoga tidak ada kesengajaan mengurangi atau menukil sebagian hadits utk memperkuat pendapat dalam penulisan hadits diatas yang tidak lengkap.
hati-hati..aja yah.
wallahu a'lam
Jazakallah atas niat baik antum. Sebenarnya kalau antum cermat dalam membaca, hadits tersebut merupakan jawaban Jabir bin 'abdillah atas pernyataan mengenai upah jual beli anjing dan kucing, sehingga (عَنْ ذَلِكَ) itu kembali kepada awal pernyataan yakni upah jual beli anjing dan kucing. Wallahu a'lam
Hapustrus yang katanya melepas anjing dengan bismillah lali hewan hasil buruan anjing tu halal...
BalasHapusitu bener ga?
duh saya orang awam yang lum banyak faham... mohon pencerahan...
Dari ‘Adi bin Haatim ia berkata : Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah berkata kepadaku : “Apabila kamu melepas anjing pemburu, maka sebutlah nama Allah. Apabila ia menangkap hewan hewan buruan untukmu, jika hewan buruan itu kamu temukan masih dalam keadaan hidup, maka sembelihlah. Dan jika hewan itu kamu temukan telah dibunuh oleh anjingmu tanpa dimakannya, maka makanlah. Apabila ada anjing lain yang menyertai anjingmu lalu hewan buruan tersebut kamu temukan dalam keadaan terbunuh, maka kamu jangan memakannya karena kamu tidak tahu apakah anjingmu atau ataukah anjing lain tersebut yang membunuhnya. Apabila kamu membidikkan panah, maka sebutlah nama Allah. Jika hewan yang telah kamu panah tersebut baru kamu temukan setelah satu hari sedangkan di tubuhnnya tidak ada luka lain kecuali luka akibat anak panahmu, maka makanlah. Apabila kamu menemukan tenggelam di dalam air, maka jangan kamu makan” [HR. Al-Bukhari no. 5484 dan Muslim no. 1929].
Hapusbrati anjing tu dagingnya haram di makan namun di pelihara boleh????
HapusPara ulama sepakat bahwa tidak boleh memanfaatkan anjing kecuali untuk maksud tertentu yang ada hajat di dalamnya seperti sebagai anjing buruan dan anjing penjaga serta maksud lainnya yang tidak dilarang oleh Islam.. (rumaysho.com)
Hapusمَنِ اتَّخَذَ كَلْبًا إِلاَّ كَلْبَ مَاشِيَةٍ أَوْ صَيْدٍ أَوْ زَرْعٍ انْتَقَصَ مِنْ أَجْرِهِ كُلَّ يَوْمٍ قِيرَاطٌ
“Barangsiapa memanfaatkan anjing selain anjing untuk menjaga hewan ternak, anjing (pintar) untuk berburu, atau anjing yang disuruh menjaga tanaman, maka setiap hari pahalanya akan berkurang sebesar satu qiroth” (HR. Muslim no. 1575).
Bagaimana Memanfaatkan Anjing untuk Menjaga Rumah?
Ibnu Qudamah rahimahullah pernah berkata,
“Tidak boleh untuk maksud itu (anjing digunakan untuk menjaga rumah dari pencurian) menurut pendapat yang kuat berdasarkan maksud hadits (tentang larangan memelihara anjing). Dan memang ada pula ulama yang memahami bolehnya, yaitu pendapat ulama Syafi’iyah (bukan pendapat Imam Asy Syafi’i, pen). Karena ulama Syafi’iyah menyatakan anjing dengan maksud menjaga rumah termasuk dalam tiga maksud yang dibolehkan, mereka simpulkan dengan cara qiyas (menganalogikan). Namun pendapat pertama yang mengatakan tidak boleh, itu yang lebih tepat. Karena selain tiga tujuan tadi, tetap dilarang. Al Qodhi mengatakan, “Hadits tersebut tidak mengandung makna bolehnya memelihara anjing untuk tujuan menjaga rumah. Si pencuri bisa saja membuat trik licik dengan memberi umpan berupa makanan pada anjing tersebut, lalu setelah itu pencuri tadi mengambil barang-barang yang ada di dalam rumah”. (Al Mughni, 4/324)
Walaupun sebagian ulama membolehkan memanfaatkan anjing untuk menjaga rumah, namun itu adalah pendapat yang lemah yang menyelisihi hadits yang telah dikemukakan di atas.
maafkan saya yang kurang cermat. saya juga kurang cermat dlm berharap meskipun jawaban yang diberikan dari beberapa pertanyaan hanya sekelumit saja alias menyentuh sedikit عَنْ ذَلِكَ. saya juga kurang cermat menulis misal: "kucig" mgkn masih byk lagi. insya allah saya akan cermat baik dlm penulisan latin apalagi penulisan hadits dgn lebih lengkap dan lebih baek.
BalasHapusafwan. baarakallaahu fiikum.
saya ingin beragama yang benar, dapatkan bpk tunjukkan seperti apa beragama yang benar itu, kalau ada kelompok apa nama kelompok tersebut. saya haus ilmu dan pengetahuan, saya selalu mencari dan mencari kebenaran yang hakiki.
BalasHapusRasulullah saw bersabda kepada Fatimah: “Sebaik-baik SALAF bagimu adalah aku.” (HR. Bukhari no. 5928 dan Muslim no. 2450)
HapusAl-Baihaqi rahimahullah berkata: “Tidaklah satu khalifah pun dari para khalifah sebelum Al-Makmun baik dari Bani Umayyah dan Bani Abbasiyyah melainkan berada di atas madzhab SALAF dan manhaj mereka. Ketika Al-Makmun diangkat jadi khalifah, orang-orang mu’tazilah berkumpul dengannya dan menyeretnya kepada perkataan itu dan menghiasinya untuk dia.” (Al-Bidayah Wan Nihayah oleh Ibnu Katsir 10/360)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Tidak ada celaan bagi orang yang menampakkan madzhab SALAF dan menisbahkan diri kepadanya dan merujuk kepadanya bahkan wajib menerima hal tersebut menurut kesepakatan. Karena sesungguhnya madzhab salaf itu adalah tak lain kecuali kebenaran”. (Majmu’ Fatawa jilid 4 hal. 149)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Telah diketahui bahwa karakter ahlul ahwa’ (pengekor hawa nafsu) ialah meninggalkan atau tidak mengikuti generasi SALAF.” (Majmu’ Fataawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, IV/155)
Adz-Dzahabi berkata: ”As-Salafi adalah sebutan bagi siapa saja yang berada di atas manhaj SALAF.” (Siyar A’lamin Nubala’ 6/21)
As-Suyuthi berkata: ”Salafi dengan difathah (huruf sin dan lam-nya) adalah penyandaran diri kepada madzhab AS-SALAF .” (Lubbul Lubab jilid 2 hal. 22)
Ibnu Hajar Al-Asqolani berkata dalam biografi Muhammad bin Qasim bin Sufyan Abu Ishaq : “Dan ia adalah seorang yang bermadzhab salafi.” (Lisanul Mizan Jilid 5 hal. 348)
Adz-Dzahabi berkata tentang Imam Ad-Daruquthni : “Beliau adalah orang yang tidak akan pernah ikut serta mempelajari ilmu kalam dan tidak pula ilmu jidal dan beliau tidak pernah mendalami ilmu tersebut bahkan beliau adalah seorang salafi.” (Siyar A’lamin Nubala` jilid 16 hal. 457)
Dan masih banyak lagi perkataan para ulama tentang kewajiban mengikuti manhaj salaf.
@Isman Purwanto.. betul sekali ada pemahaman Islam yg paling benar... karena semua juga mengatakan berdasarkan Quran dan Sunnah.. termasuk sekte menyimpang semacam ahmadiyah, syiah, LDII, dan NII..
BalasHapussehingga Quran dan Sunnah saja tidak cukup haruslah dengan Pemahaman Sahabat... karena pemahaman sahabatlah yg telah dijamin benar.. Allah ridho terhadap mereka.. sedangkan Quran dan Sunnah dgn pemahaman lainnya tidak dijamin benar.. Pemahaman siapa inilah yg menjadi perbedaan kelompok menyimpang ataukah kelompok yang beragama secara benar.. yg mengikuti pemahaman sahabat ini sering disebut.. SALAFY... salafy ini bukan kelompok tersendiri tetapi Islam itu sendiri dengan pemahaman yg paling benar.. wallahu a'lam..
Quran dan Sunnah cukup Mas, sebagaimana hadits "taraktu fikum amraini ..." dan firman Allah "farudduhu ilallahi warrasul". Pemahaman sahabat kita pakai membantu pemahaman kita terhadap Quran dan Sunnah. Demikian pula pemahaman tabi'i, tabi'in. Tentu dengan prioritas secara hirarkhis. Quran "la raiba fih", kita sami'na wa atha'na. Iman jangan ragu. Bila lemah, haram pun dilanggar. Bila kuat, makruh pun ditinggalkan jauh-jauh!
BalasHapusDizaman Nabi Ada, Quran Sunnah memang betul cukup..
Hapusnamun di zaman sekarang yang penuh Fitnah ini.. semua aliran bahkan yang menyimpang juga mengatakan QURAN SUNNAH.. seperti Syiah, ahmadiyah, LDII, NII, JIL, dll..
diantara semua yang mengaku Quran SUnnah tentu saja hanya SATU yang paling benar.. yaitu QURAN SUNNAH sebagaimana yang DIPAHAMI SAHABAT
quran dan sunnah benar sepanjang masa, kalau ada kelompok yang mengaku menjalankan quran dan sunnah tapi menyimpang ... jelas pemahaman mereka yang keliru, bukan quran dan sunnahnya yang tidak mampu menjawab perubahan zaman.
HapusAnonim.
BalasHapusanda katakan "Bila kuat, makruh pun ditinggalkan jauh-jauh!"
Ini syubhat lama. Rasulullah jelas jelas mengatakannya haram masih saja ada lisan manusia yg mengatakan "MAKRUH"
Hebatnya sampean.
Afwan ana sami'na wa atho'na dengan nabi saja daripada ustadz kalian.
iya, ana pernah mendengarkan jawaban kyai MTA mengenai hal ini,. Dia ditanya, bagaimana hukum halal haram dalam daging? maka dia menjawab yang Allah haramkan hanya dalam batasan ayat yang diatas disebut,, yang dilura dari ayat itu dia sebutkan hukumnya paling banter MAKRUH, tdk haram..
BalasHapusdalam batin saya ynga masih awam ini saja RAGU, dan tahu kebodohan mereka,, trs dimana ayat athi'ullah wa athi'urrasul ?? apa kurang jelas penjelasan Nabi -shalallahu 'alaihi wasallam- ??
Bertaubatlah wahai MTA..
Ass wr.wb
BalasHapusSaya ingin bertanya, karena pertanyaan ini selalu mengganjal pikiran saya,
Saya pernah mendengar ulama besar berbicara Tentang Ilmu yang bermanfaat dapat memuliakan makhluk, nah kalo misalnya hewan contohnya anjing memiliki Ilmu yang bermanfaat misalnya anjing tersebut dilatih untuk patuh, bersih, dan mengerti apa yang di bicarakan pemiliknya, anjing tersebut termasuk memiliki Ilmu, dan apakah anjing tersebut bisa di bilang hewan yang berIlmu, dan halalkah dagingnya? ...
Jika ada yang salah dalam pertanyaan saya mohon di maafkan, karena saya juga manusia yang tidak jauh dari kesalahan, dan barangkali jika pertannyan saya bisa di jawab maka bisa menambah wawasan saya sebagai orang muslim!! O:) ...
Wass wr.wb
Na'am, anjing tersebut bisa dibilang anjing yang berilmu dibanding anjing2/binatang lain, dan dagingnya tetaplah tidak halal dengan ilmu yang dimilikinya! Sebenarnya (Wallahu a'lam) ulama tersebut bermaksud untuk menjelaskan keutamaan ilmu dan pemiliknya.. dan tidak bermaksud yang lain semisal merubah hukum halal haram!
HapusBiarlah kita memiliki akidah masing-masing.. yang penting mah kita rajin ibadah ke Allah.. sholat 5 waktu plus sunah"nya kalau perlu... urusan amal kita naninya diterima atau tidak, hanya Allah yang tau.. kita juga tidak tau mana yang terbaik ataupun yang terbenar... jadi jalani saja apa yang kita percayai tanpa menyinggung golongan yang lainnya.. itu menurut saya :)
BalasHapusTidak begitu ukhti! Sesama muslim itu saling menyelamatkan, saling menasehati... apalagi masalah aqidah, ini harus lurus/ benar.
HapusBanyak ibadah tanpa peduli terhadap aqidah, ini kekeliruan besar. Karena syarat diterimanya ibadah adalah ikhlas dan ittiba', dan keduanya tidak bisa diwujudkan kecuali dengan pondasi aqidah yang lurus.
Kalau hanya Allah yang tahu mana yang terbaik dan benar, apa anti kira Allah tidak menunjukkannya jalan itu kepada kita dan kita dibiarkannya tersesat? Laa, Allah telah menunjukkan jalan itu kepada kita yaitu hendaklah kita mengikuti jalan yang pernah ditempuh Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam, para shahabatnya, dan yang mengikuti mereka dengan baik (salafush shalih), baik dalam ilmu/pemahaman dan amal. Sehingga kalau kita mau selamat, cocokkan aqidah kita dengan aqidah mereka, cocokkan ibadah kita dengan ibadah mereka, ... dst. Anti bisa merujuk penjelasan/tafsir QS. An-Nisaa' 115 dan At-Taubah 100. Wallahu a'lam
mbak Galuh, jawaban anda itu "masa bodoh" tetapi dikemas dalam kata yang seolah-olah baik.
HapusSesama muslim harus menolong saudaranya agar tidak tersesat. batasan sesat atau tidak , sudah ada pedomannya yakni Alquran dan hadist, kalau ada yang menyalahi keduanya maka harus diuruskan
Bismillah, saya juga pernah mendengarkan kajian mta kaget juga bahwa pak sukino ternyata tidak mengharamkan emas bagi laki2... dia bilang " saya tidak pake cincin emas bukan berarti mengharamkanya tapi karena tidak suka saja.....naudzubillah
BalasHapusHaram bisa menjadi halal karena sebab, jika makanan didunia ini tinggal anjing saja dan kita perlu makan apakah dalam hal ini kita masih menyebut haram, kita memilih tetap lapar dan mati...atau bunuh diri sedang bunuh diri itu juga haram, Allah maha pemurah punya asmaul husna bacalah nama baiknya, pasti allah mengampuni kita semua asal kita tetap terus mau belajar, karena dengan berilmulah jalan surga
BalasHapusSemoga teman teman yang di MTA diberikan HIDAYAH untuk mengenal agama islam yg benar sesuai yg diajrkan Rosul dan para sahabat
BalasHapus