Berdasarkan riwayat-riwayat yang jumlahnya mencapai derajat
mutawatir, serta keterangan para ulama, maka setiap penghuni Neraka yang
memiliki keimanan, meskipun hanya seberat biji sawi, ia tidak akan
kekal di Neraka. Ia suatu saat pasti akan keluar dari Neraka dan masuk
ke dalam Surga.
Baik dengan syafa'at para pemberi syafa'at –termasuk
Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa salalm – maupun langsung dengan
rahmat Allah, tanpa melalui syafa'at seorangpun. Inilah keyakinan
seluruh Ahlu Sunnah wal Jama'ah dari dulu hingga kapanpun. Hanya
orang-orang Khawarij dan Mu'tazilah, serta orang-orang yang sefaham
dengan mereka saja yang berkeyakinan beda. Yakni mengingkari keluarnya
seorang mu'min dari Neraka setelah ia masuk ke dalam Neraka karena
dosanya.
“Syafa’atku akan diberikan kepada pelaku dosa besar dari ummatku.”
[HR. Abu Dawud (no. 4739), at-Tirmidzi (no. 2435), Ibnu Hibban dalam
Mawaa-riduzh Zham’aan (no. 2596), Shahiih Mawaaridihz Zham’aan (no.
2197), Ibnu Abi ‘Ashim dalam as-Sunnah (no. 832), Ahmad (III/213) dan
al-Hakim (I/69), dari Sahabat Anas bin Malik Radhiyallahu anhu dan
at-Tirmidzi berkata bahwa hadits ini hasan shahih]
Yusuf bin Mahram telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata:
"Saya mendengar Umar bin Khaththab berkata di atas mimbar: "Akan muncul
di tengah-tengah kalian (ummat Islam) kaum yang mendustakan hukum rajam,
Dajjal, terbitnya matahari dari barat (kiamat), azab kubur, syafa'at,
juga mendustakan terhadap kelompok orang yang terbebas dari neraka
setelah mereka terbakar (olehnya). Sekiranya aku menemukan mereka, tentu
aku bunuh mereka sebagaimana kaum 'Aad dan Tsamud terbunuh (dibinasakan
Allah)." (Imam ad-Dani dalam bab "al Fitan" (QXXXII/2), Imam Ahmad
(I/23))
Yazid al-Faqir (si bungkuk, tabi’in ini dijuluki demikian karena tulang punggungnya cidera) menuturkan:
Dahulu aku sempat terseret dalam salah satu pendapat sekte Khawarij
-yaitu berkeyakinan bahwa pelaku dosa besar kekal di neraka, dan orang
yang sudah masuk neraka tidak bisa lagi keluar darinya-. Pada suatu
ketika, kami bersama serombongan orang banyak berangkat menunaikan
ibadah haji. Kemudian, kami pun keluar di hadapan orang-orang -sembari
menyerukan pemikiran Khawarij dan menghasut orang-orang untuk
mengikutinya-.
Ketika kami melewati Madinah, kami bertemu di sana dengan Jabir bin
Abdullah -seorang sahabat Nabi- yang sedang menuturkan hadits dari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada sekelompok orang sambil
dia duduk bersandar kepada sebuah tiang. Ketika itu, dia menyebutkan
hadits tentang al-Jahannamiyun (yaitu orang-orang yang dikeluarkan dari
neraka lalu dimasukkan ke surga).
Aku pun (Yazid) berkata kepadanya,
“Wahai Sahabat Rasulullah, apa-apaan yang kalian ceritakan ini?
Bukankah Allah telah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya barangsiapa
yang Engkau masukkan ke dalam neraka maka Engkau benar-benar telah
menghinakannya.” (QS. Ali Imran: 192). Allah juga menyatakan (yang
artinya), “Setiap kali mereka -penduduk neraka- ingin keluar darinya
maka mereka pun dikembalikan lagi ke dalamnya.” (QS. as-Sajdah: 20).
Lalu apa-apaan yang kalian ucapkan tadi?”.
Jabir pun menjawab, “Apakah Engkau membaca al-Qur’an?”.
Kujawab, “Iya.”
Jabir berkata, “Apakah kamu pernah mendengar (di dalam al-Qur’an)
mengenai maqam/kedudukan agung yang dimiliki oleh Muhammad ‘alaihis
salam, yaitu yang beliau dibangkitkan oleh Allah di atasnya (maksudnya
adalah syafa’at Nabi kepada umatnya kelak di akherat)?”.
Kujawab, “Iya.”
Jabir berkata, “Sesungguhnya hal itu -yang aku sampaikan- merupakan
kedudukan terhormat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dengan
sebab itu Allah berkenan mengeluarkan siapa saja yang ingin
dikeluarkan-Nya -yaitu semua orang beriman-.”
Yazid berkata:
Kemudian Jabir menceritakan kejadian diletakkannya jembatan/shirath
-di atas neraka- dan bagaimana keadaan orang-orang yang berjalan di
atasnya, namun aku khawatir tidak hafal dengan baik rentetan ceritanya.
Yang jelas, dia menceritakan bahwa ada suatu kaum yang keluar dari
neraka yang sebelumnya mereka berada di dalamnya.
Dia -Jabir- berkisah, “Mereka itu keluar darinya dalam keadaan
seperti pucuk-pucuk benih tanaman wijen -yang menghitam karena tersengat
sinar matahari- (hal itu disebabkan tubuh mereka terbakar di dalam
neraka, sebagaimana diceritakan dalam sebagian riwayat). Kemudian mereka
masuk ke dalam sebuah sungai di antara sungai-sungai yang ada di surga
dan mandi di dalamnya. Kemudian mereka pun keluar -dalam keadaan putih
bersih- seperti lembaran-lembaran kertas.”
Setelah mendengar -hadits- itu, maka kami pun rujuk -dari pendapat
kami-. Kami berkata, “Sungguh celaka kalian ini -maksudnya adalah diri
mereka sendiri- apakah kalian mengira orang tua ini (yaitu Jabir bin
Abdullah) berdusta atas nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?”.
Setelah itu, kami pun kembali pulang -seusai menunaikan ibadah haji-.
Demi Allah, tidak ada di antara kami yang tetap berkeras untuk keluar
(memberontak sebagaimana Khawarij) kecuali hanya satu orang.
Demikianlah isi kisah itu, atau sebagaimana yang disampaikan oleh Abu
Nu’aim -seorang guru dari gurunya Imam Muslim yang meriwayatkan hadits
ini-. (Kisah ini diriwayatkan oleh Imam Muslim, lihat Syarh Muslim
[2/323-324])
Tidak ada komentar:
Posting Komentar