Halaman

Kamis, 27 Oktober 2016

MAYORITAS ULAMA MENGHARAMKAN MAKAN DAGING ANJING (walaupun disembelih secara syar’i)

1. Anjing termasuk golongan As-Siba’ (hewan buas) yang memiliki taring untuk memangsa korbannya.  

Semua yang memiliki gigi taring dari hewan buas maka memakannya haram. [HR Muslim 1933]  


Sesungguhnya Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang makan semua hewan buas yang bertaring. [HR Muslim no. 1934]  

2. Adanya larangan memanfaatkan hasil penjualan anjing, menunjukkan keharaman mengkonsumsi dagingnya  

Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang hasil penjualan anjing, mahar (hasil) pelacur, dan upah dukun. [Diriwayatkan oleh Imam al-Bukhâri 3/43 dan Muslim 3/198 no 1567 serta Abu Dâwud 3/753 nomor 3481. at-Tirmidzi 3/439]  

Sesungguhnya jika Allah mengharamkan kepada suatu kaum memakan sesuatu maka (Allah) haramkan harganya atas mereka”. [Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya 1/247, 293 dan 322 dan Abu Dawud no.3488]  

3. Ayat yang menerangkan pembatasan (4 jenis) hewan yang diharamkan yaitu firman Allah Azza wa Jalla al-An’âm/6:145 adalah Makiyah, yang turun sebelum hijrah, bertujuan untuk membantah orang-orang jahiliyah yang mengharamkan al-Bahîrah, as-Sâ‘ibah , al-Washîlah dan al-Hâm. Kemudian setelah itu Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya mengharamkan banyak hal, seperti daging keledai, daging bighâl, dll. Termasuk di dalamnya semua hewan buas yang bertaring.

 Ayat di atas tidak lain hanyalah memberitakan bahwa tidak ada di waktu itu yang diharamkan kecuali yang disebutkan dalam ayat tersebut. Kemudian baru turun setelahnya wahyu yang mengharamkan semua hewan buas yang bertaring, sehingga wajib diterima dan diamalkan.

Syaikh Prof. DR. Shâlih bin ‘Abdillâh al-Fauzân merâjihkan pengharaman semua hewan buas yang bertaring, beliau menukilkan pernyataan Syaikh Muhammad al-Amien asy-Syinqiti yang menyatakan, “SEMUA YANG SUDAH JELAS PENGHARAMANNYA DENGAN JALAN PERIWAYATAN YANG SHAHÎH DARI AL-QUR ‘ÂN ATAU SUNNAH, MAKA HUKUMNYA HARAM dan DITAMBAHKAN EMPAT YANG DIHARAMKAN DALAM AYAT TERSEBUT. Hal ini tidak bertentangan dengan al-Qur‘ân, karena sesuatu yang diharamkan di luar ayat tersebut dilarang setelahnya. Memang pada waktu turunnya ayat itu, tidak ada yang diharamkan kecuali empat tersebut Pembatasannya sudah pasti benar ada sebelum pengharaman yang lainnya. Apabila muncul pengharaman sesuatu selainnya dengan satu perintah yang baru, maka hal itu tidak menafikan pembatasan yang pertama. [Kitâbul-Ath’imah hlm 56-60.]


Tidak ada komentar:

Posting Komentar