Halaman

Senin, 03 Desember 2012

Siapakah Dia Ahli Hadits/ Ahlusunnah itu?

Siapakah Ahlul Hadits / Ahlusunnah
Mereka yakni siapa-siapa yang berjalan diatas jalan Sahabat Rasulullah dan mengikutinya dalam perkara kebaikan, dalam mengamalkan Kitab (Al Quran) dan Sunnah, dengan menggigit (keduanya) dengan gigi geraham mereka (berpegang teguh), dan memahami secara tepat ( yaitu, Qur'an dan Sunnah), (yang keduanya) harus didahulukan daripada statemen atau perkataan siapapun dan bertindak diatasnya – mengimaninya, atau beramal dengannya dalam bentuk dan jenis peribadahan, tindakan, politik atau hidup sehari-hari.


Mereka adalah pihak yang secara sungguh-sungguh memperhatikan pokok agama dan cabang-cabangnya, yang telah Allah turunkan dan sampaikan kepada Nabi Muhammad dan utusanNya Shallallahu ‘alaihi wasalam. Mereka adalah siapa-siapa yang melancarkan dakwah untuk itu dengan segenap usaha, ketulusan dan pendirian mereka. Mereka akan senantiasa membawa serta ilmu dari Nabi (Shallallahu ‘alaihi wasalam), mengikis penyimpangan dalam sikap mereka yang berlebih-lebihan dalam menghormati beliau (Shallallahu ‘alaihi wasalam), juga klaim yang tidak pada tempatnya dari orang-orang yang menyimpang serta penafsiran orang-orang yang lemah akal.

Mereka adalah siapa-siapa yang bersiaga dan menentang tiap-tiap kelompok yang telah menyimpang dari jalan Islam, seperti Jahmisme (Jahmiyah) dan Mu'tazilisme (Mu’tazilah), Khawarij dan Rawafidz (Syiah Rafidah), Murji'ah dan Qadariyyah dan semua dari mereka yang sudah menyimpang dari jalan Allah yang hanya mengikuti hawa nafsu mereka, mereka selalu menentangnya dalam setiap kesempatan di berbagai tempat, dan mereka tidak terpengaruh oleh celaan orang-orang yang mencela, dalam mencari keridloan Allah

Mereka adalah kelompok yang Nabi Allah Shallallahu ‘alaihi wasalam telah memujinya dengan sabda pujian beliau, " Akan terus-menerus muncul (tidak akan lenyap) suatu kelompok dari ummatku yang di atas kebenaran, (mereka) tidak dirugikan oleh yang meninggalkannya dan juga oleh yang menentangnya sampai waktu yang ditentukan (Hari Kiamat)." [ 1]

Mereka adalah golongan yang diselamatkan, yang mengacu diatas apa yang Nabi dan Shahabatnya diatasnya, mereka yang telah dipisahkan dan digambarkan oleh Nabi Allah Shallallahu ‘alaihi wasalam ketika beliau menyebutkan bahwa ummat (Islam) akan terpecah dalam 73 tiga sekte, seluruhnya masuk api Neraka kecuali satu dan seperti yang beliau telah sabdakan, "(Sahabat bertanya) Siapa mereka, ya Nabi Allah?" Rasulullah bersabda, " Mereka adalah mereka adalah yang diatas apa yang aku dan sahabatku diatasnya hari ini."

Dan apa yang kita katakan bukanlah semata-mata klaim belaka, tetapi kita bersungguh-sungguh dalam berbicara sesuai kenyataan bahwa yang nampak teks Al Qur'an dan Sunnah saksinya, sejarah telah mencatat, bahwa statmen tentang mereka ( yaitu Ahlul-Hadits/Ahli Hadits, red), kenyataan mereka, karya-karya tulis mereka dan amalan mereka menjadi saksi. Ahlul Hadits menempatkan perhatian mereka dan mengedepankan firman Allah:

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali ALLAH (Dienul Islam), dan janganlah kamu bercerai-berai.” (Al Quran Surat Ali Imran 103)

Dan firmanNya: “ Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu'min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (Al Quran Surat An Nisa 115)

“(Ketentuan) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasul-Nya; dan barangsiapa menentang Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah amat keras siksaan-Nya.” (Al Quran Surat Al Anfaal 13)

Mereka adalah paling menjauhkan dirinya dari sikap yang menentang perintah Nabi dan yang paling menjauhi diri dari fitnah (kesesatan). Mereka adalah mereka yang membuat konstitusi mereka:

“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasalam dan tuntunannya) sebagai hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (Al Quran Surat An Nisa 65)

Mereka (Ahlul Hadits) yang memberikan penghargaan yang layak atas Al Qur'an dan Sunnah dan memberinya penghormatan dan pengagungan yang layak, memprioritaskan diatas segala statemen umat manusia, dan memberikan hak yang lebih tinggi dengan bimbingan (Al Quran dan Sunnah) dibanding bimbingan dari seluruh manusia, dan mereka memutuskan dengan keduanya dalam seluruh masalah dengan sepenuh keikhlasan, dengan yang dada yang lapang dan bebas dari kekangan atau himpitan, dan mereka mengembalikan ketundukan kepada Allah dan Nabi Nya (dengan) suatu ketundukan paripurna dalam ' aqidah, peribadatan dan amalan sesuai dengannya. Mereka selalu membenarkan seluruh titah ALLAH Ta’ala.

Satu-satunya ucapan orang yang beriman ketika mereka diseru untuk menaati perintah Allah dan Nabi Nya (Shallallahu ‘alaihi wasalam) dalam memutuskan perkara antara mereka, seperti yang mereka ucapkan, "Kami dengar dan kami ta'ati. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Mengetahui isi hati(mu). " (Al Quran Surat Al Maidah ayat 7) atau ucapan yang semisalnya.

Merekalah (Ahlul Hadits) seluruh Sahabat-sahabat Rasulullah – yang diantaranya berkedudukan sebagai Khulafaur Rasyidin (Pemimpin yang diberi petunjuk) – lalu para pemuka Tabi'in yang utama, diantaranya : Ibn Sa'id Al-Musayyib ( wafat 90H), ' Urwah ibn Zubair ( wafat 94H), ' Ali ibn al-Hussain Zain Al-'Abidin ( wafat 93H), Muhammad Ibn Hanafiyah ( wafat 80H), ' Ubaidullah Ibn ' Abdillah Ibn ' Utbah ibn Mas'ud ( wafat 94H atau setelahnya), Salim Ibn ' Abdillah Ibn ' Umar ( wafat 106H), Qasim ibn Muhammad Ibn Abi Bakr As-Sadiq ( wafat 106H), al-Hasan al-Basri ( wafat 110H), Muhammad Ibn Sirin ( wafat 110H), ' Umar Ibn ' Abdul-'Aziz ( wafat 101H) dan Muhammad Ibn Syihaab Az-Zuhri ( wafat 125H).

Kemudian para pengikut Tabi'in and pemuka diantara mereka : Imam Malik (wafat 179H), al-Auza'i (wafat 157H), Sufyan ibn Sa'id ats-Tsauri (wafat 161H), Sufyan ibn Uyainah (wafat 198H), Isma'il ibn Ubia ??? (wafat 193H), Laits ibn Sa'd (wafat 175H) dan Abu Hanifah an-Nu'man (wafat 150H).

Kemudian mereka yang mengikutinya dan yang berkedudukan utama : ' Abdullah ibn Al-Mubarak ( wafat 181H), Waqi' Ibn Al-Jarrah ( wafat 197H), Imam Muhammad Ibn Idrees asy-Syafi'i ( wafat 204H), ' Abdur-Rahmaan ibn Mahdi ( wafat 198H), Yahya ibn Al-Qatan Sa'id ( wafat 198H) dan Afan ibn Muslim ( wafat 219H).

Setelah itu para murid-murid mereka yang mengikutinya dalam manhaj ini, dan berkedudukan utama diantaranya: Imam Ahmad ibn Hanbali ( wafat 241H), Yahya ibn Ma'in ( wafat 233H) dan ' Ali ibn Al-Madini ( wafat 234H).

Lalu para siswa mereka seperti al-Bukhari ( wafat 256H), Imam Muslim ( wafat 261H), Abi Hatim ( wafat 277H), Abi Zara' ( Abu Zur'ah?) ( wafat 264H), Abu Dawud ( wafat 275H), at-Tirmidzi ( wafat 279H) dan an-Nasa'i ( wafat 303H).

Kemudian mereka yang meneruskan jalan mereka seperti generasi yang mendahuluinya, yakni Ibn Jarir ( at-Tabari) ( wafat 310H), Ibn Khuzaimah ( wafat 311H), ad-Daaraqutni (wafat 385H) dalam waktunya, al-Khatib al-Baghdadi ( wafat 463H) dan Ibn ' Abdul-Barr An-Niwari ( wafat 463H).

Lalu ' Abdul-Ghani Al-Maqdasi ( wafat 620H), Ibn Salah (wafat. 643H), Ibn Taimiyyah ( wafat 728H), al-Mizzi ( wafat 743H), adz-Dzahabi ( wafat 748H), Ibn Katsir ( wafat 774H) dan yang ada di jaman ini, mereka yang hidup di waktu masing-masing dengan mengikutinya dan menapaki langkah kaki mereka dalam berpegang pada Al Quran dan Sunnah yang hingga zaman sekarang.

Inilah yang aku (Syaikh Rabi bin Hadi) maksud sebagai Ahlul Hadits.

[CATATAN]

[1] Hadits sahih, riwayat Muslim (3/1523), Ahmad (5/278-279), Abu Dawud (3/4), Tirmidzi (4/420), Ibn Majah (1/4-5), Hakim (4/449-450), at-Tabarani dalam Mu'jam al-Kabir (7643) dan Abu Dawud at-Tayalisi (hal. 94, no. 689). Disahihkan oleh al-Albaani dalam As-Sahihah (270-1955).

Sumber : Spubs ID SLF010003 - dari Makaanat Ahl ul-Hadits Syaikh Rabi' bin Hadi terjemah English oleh Bilal Davis)

19 komentar:

  1. Uztad, mengapa tidak boleh menisbatkan pada Ahlu Quran? mengapa harus ahlu hadist/ ahlu sunnah/ ahlu atsar?
    sesatkah penisbatan pada ahlu Quran?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Apa kita memahami Islam langsung dari Al-quran? Apa kita bebas memahami al-quran menurut akal kita masing2? Tentu tidak bukan!

      Hapus
    2. lalu untuk memahami islam melalui apa,kalo bukan dari alquran....
      dan lalu menurut akal siapa kita memahami alquran?

      Hapus
    3. Wuih ada orang bingung....! Memahami islam ya jelas dari Qur'an dan Sunnah dong, tapi tidak dengan akalnya masing2.
      Siapa yang harus dirujuk dalam memahami Al-quran? tentu faham Rasulullah dan para shahabat, dan yang mengukuti mereka dengan baik, yakni para 'ulama ahlus sunnah.
      Sekali lagi, bukan menurut akalnya masing2!

      Hapus
    4. la kalau nggak pakai akalnya masing-masing, lalu akal kita - kita dikemanakan? lalu kapan bisa jadi ulama kalau nggak boleh pakai akal? ntar ngikut didi kempot.....POKO'E MELU...padahal pokok'e melu backup para pengikut NU < Nurut Umume>

      Hapus
    5. Maksudnya adalah akal yang terbimbing oleh wahyu, terbimbing dengan pemahaman Rasulullah dan para shahabat, dan yang mengikuti mereka dengan baik (salafush shalih). Jangan sampai dengan modal terjemahan al-quran kita mentafsirkannya sendiri tanpa merujuk kepada apa yang difahami generasi terbaik ummat ini. Bisa sesat tanpa ia sadari! Wallahu a'lam

      Hapus
    6. sekedar bertanya saja....pak. mengapa terjemahan mesti ditafsirkan.....lalu apa guna diterjemahkan mana kala tidak bisa diartikan maksudnya? kita ketahui banyak terjemahan Al quran yg kita temukan,.......dari terjemahan yg ada sering kita jumpai ada beberapa ayat yg diterjemahakan berbeda oleh setiap pnterjemah, lalu kita pakai yg mana?

      Hapus
    7. Bismillah.. Mas Asha, karena terjemah Quran masih perlu diperjelas dengan tafsir.. contoh: tata cara SHolat masih belum lengkap dan rinci dalam Al Quran sehingga perlu diperjelas dengan Hadist.. selanjutnya Hadist ini pun perlu diperjelas dengan Syarah (penjelasan) Ulama.. sehingga maksud sebenarnya dari suatu ayat dapat kita mengerti dengan benar..(bukan hawa nafsu/ kebodohan kita)

      Pakai terjemah yang telah diotorisasi Ulama Ahlu Sunnah.

      Hapus
    8. @Mas Asha
      Para sahabat saja pernah salah menafsirkan kata "dzalim" dalam QS. Al-An'am: 82 ketika mereka hanya menyandarkan pada bahasa mereka saja. Padahal ayat Al-Qur'an turun dengan menggunakan bahasa mereka. Kemudian Nabi memberi tahu tafsir yg benar arti dzalim dalam ayat tsb. Oleh sebab itu, orang yang berpegang teguh pd Sunnah Nabi lebih mengerti tentang tafsir Al-Qur'an.

      Hapus
  2. jadi memahami Quran dari Hadist dulu boleh?

    BalasHapus
    Balasan
    1. asslkm wr wb ikut urun aja ....ingat kisah nabi muhammad,tatkala menyampaikan ayat-ayat siapa yang pertama menentangnya.....dialah orang musrik bukan...mengapa karena orang musrik kala itu mempunyai ulama( para sesepuh,para pembesar,ilmuwan,tokoh,para ahli agama kala itu ) bahkan sampai matipun ulama itu di junjung tinggi setinggi yang mencipta ulama itu .wajar ayat -ayat yang disampaikan nabi muhammad ditolak. sadauraku bisa dibuka kembali sirohnabawiyah dan renungkan dalam dalam.....hati kita akan terketuk. semoga menjadi koreksi bagi kita....amiin

      Hapus
    2. Mungkinkah kita membaca Al Quran dan Hadist sendiri tanpa menuntut ilmu pada Ulama, kita bisa memahami agama..
      sangat mungkin kita salah jalan bila demikian tanpa bimbingan Ulama.. dan Ulama tidak hanya satu orang.. namun seluruh Ulama Ahlu Sunnah sepanjang masa..

      jadi kita membaca hadist juga membaca SYARAH nya (Penjelasan) dari Ulama Sunnah tentang apa yg dimaksud oleh Hadist tersebut.. jangan sampai salah sasaran/ pemahaman..

      Hapus
  3. Apakah Syaih Albani termasuk ahli hadits?
    Apakah Beliau (Syaih Albani) hidup di masa generasi salaf? kalau tidak bagaimana cara beliau menguji sanad/perawi suatu hadits? dan bagaimana sanad keilmuan beliau?
    Apakah benar beliau mengkafirkan Imam Bukhari? dan apakah benar beliau juga banyak mendhoifkan hadits Imam Bukhari?
    Apakah benar penilaian beliau terhadap sanad/perawi hadits tidak konsisten?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Derasnya tuduhan, celaan, hinaan, dan kedusataan terhadap beliau rahimahullah banyak dipengaruhi oleh faktor kejahilan dan fanatik golongan! Belajarlah... agar antum mengerti dan bisa menghormatinya.

      Hapus
    2. Kenapa tidak Anda jelaskan secara ilmiah saja tentang beliau (Syaih Albani)? Karena dari uraian di atas tidak menyebutkan tentang beliau baik itu sebagai generasi salaf maupun sebagai murid dari ulama2 yang disebutkan di atas.

      Hapus
    3. @ Anonim 8 Januari 2013 23:58
      Seandainya Sdr. Anonim 8 Januari adalah warga MTA dan meragukan keilmuan Syaikh Albani, maka silahkan dibuka brosur MTA milik saudara No. 1410/1450/IF tgl 10 Feb 2008 tentang “Kedudukan Hadits2 Fadlilah Yaasiin (ke-5). MTA mengambil referensi dari Kitab Syaikh Albani yaitu Silsilatul Ahaadiits Ad-Dla’iifah.

      Biografi beliau:
      - http://ummusalma.wordpress.com/2007/03/26/ijazah-hadits-imam-al-albany/
      - http://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad_Nashiruddin_Al-Albani

      Syaikh Albani berguru kpd Syaikh Muhammad Raghib at-Tabbakh dan juga Syaikh Bahjatul Baytar di mana sanad beliau sampai ke Imam Ahmad bin Hanbal (guru Bukhari). Banyak sekali pujian para ulama & ahli hadits thd beliau.
      Masalah menguji sanad/perawi hadits: banyak sekali buku2 tentang penilaian ahli hadits thd perawi seperti Kitab Jarh wat Ta’dil karya Ibnu Abi Hatim, Mizanul I’tidal karya Ad-Dzahabi, Lisanul Mizan karya Ibnu Hajar, dll.

      Masalah mendhoifkan Shahih Bukhari silakan dibuka:
      http://www.konsultasisyariah.com/al-albani-dan-shahihain/#axzz2IFBCDmw7

      Yang paling terkenal dengan kritiknya adalah Imam Ad Daraquthni yang mengkritik 110 hadits di Sahih Bukhari dan 132 hadits di Sahih Muslim. Ibnu Shalah, yang menukil ijma’ atas penerimaan dua kitab ini, tidak menggeneralisir hukum ini untuk seluruh isi kitab. Beliau mengatakan: “Kecuali beberapa tempat yang dikritik Ad Daraquthni dan yang lain.” (Lihat Fathul Bari syarah Shahih Bukhari 1/505).
      Salah satu contoh saja:
      Hadits Ibnu ‘Abbas yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim: “Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menikahi Maimunah ketika beliau dalam keadaan ihram.”
      Syaikh Albani mengatakan “Sungguh pasti bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menikahi Maimunah ketika beliau tidak dalam keadaan ihram” Kemudian beliau menukil perkataan Ibnu ‘Abdil Hadi, “Dan ini terhitung di antara kesalahan-kesalahan yang ada di Shahih (Bukhari).” (Muqaddimah Syarah Ath-Thahawiyyah: 23).
      Sa’id bin Musayyib mengatakan: “Ibnu ‘Abbas telah salah, lha wong Maimunah sendiri mengatakan: ‘Beliau menikahiku ketika dalam keadaan halal (tidak ihram).’”
      Ibnu ‘Abdil Barr berkata: “Riwayat-riwayat dalam hukum ini berbeda-beda. Tapi riwayat bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahinya dalam keadaan halal datang dari jalan sanad yang banyak. Hadits Ibnu ‘Abbas sahih sanadnya, tapi kesalahan dari satu orang lebih mungkin dari kesalahan banyak orang.”

      Hapus
    4. @ Anonim 8 Januari 2013 23:58
      PEMBELAAN UNTUK SYAIKH ALBANI YANG DINILAI TIDAK KONSISTEN:

      Adz-Dzahabi (Wafat: 784H) berkata:
      “Tidaklah cukup bagi hadis hasan suatu kaedah yang dapat memasukkan seluruh hadis hasan ke dalamnya. Aku benar-benar pesimis (merasa sukar) terhadap situasi ini, karena berapa banyak hadis yang para huffaz berubah-ubah penilaian terhadapnya, sama ada tentang hasannya, dha’ifnya ataupun sahihnya! Bahkan seorang hafidz boleh berubah ijtihadnya tentang sesuatu hadis. Pada suatu hari ia mengatakan sahih, tetapi di hari yang lain ia mengatakan hasan, dan hari yang lainnya pula mengatakan sebagai dha’if.” (adz-Dzahabi, al-Muuqidzah fii ‘Ilmi Mustholah al-Hadits, m/s. 26-27 – Daar al-Atsaar)

      [Contoh 1] Hadis:
      “Dihalalkan bagi kami dua jenis bangkai dan dua bentuk darah…”
      Al-Hafidz Ibnu Hajar al-‘Asqalani rahimahullah (Wafat: 852H) mendha’ifkan hadis ini dalam Bulughul Maram, no. 11. Tetapi mensahihkannya dalam at-Talkhiis al-Habir, 1/161.

      [Contoh 2] Hadis:
      “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya berselawat ke atas barisan shaf pertama.”
      Imam an-Nawawi rahimahullah (Wafat: 676H) menshahihkannya dalam al-Majmu’ Syarah al-Muhadzdzab, 4/301. Tetapi beliau menghasankannya dalam Riyadhus Shalihin, no. 1090.

      [Contoh 3] Tentang perawi Idris B. Yasin al-Audi, al-Hafidz Ibnu Hajar menyatakan beliau tsiqah dalam at-Taqriib at-Tahdzib, tetapi mendha’ifkannya dalam Fathul Bari, 2/115.

      [Contoh 4] Perawi Nauf B. Fadhulah. Al-Hafidz Ibnu Hajar al-‘Asqalani menilainya sebagai mastuur dalam at-Taqrib. Manakala dalam Fathul Bari sebagai Shaduq.
      Dan masih banyak lagi contoh2nya.

      Syaikh Albani mau rujuk/meralat pendapatnya dahulu jika dia mendapatkan pendapat yang lebih benar. Pernah syaikh Albani diberi masukan oleh Syaikh Bakr Abu Zaid (muhaddits Saudi) dan juga murid beliau sendiri dalam penilaian suatu hadits dan Syaikh Albani menerima & rujuk dengan masukan tersebut dan berterima kasih kepada mereka. Ini menunjukkan bahwa beliau tidak merasa malu dan bahwa kebenaran itu lebih layak untuk diikuti.

      Syaikh Albani berkata: “Semoga Allah merahmati seorang hamba yang telah menunjukkan kepadaku kesalahanku dan membimbing aku dalam cacat-celaku. Sesungguhnya dengan izin dari Allah Ta’ala, tidaklah berat bagiku untuk ruju’ (membetulkan) kembali akan kesalahan-kesalahan yang tampak bagiku pada waktu yang kemudian, dan kitab-kitabku yang dicetak untuk pertama kali dan yang telah dicetak semula adalah bukti (saksi) atas perkara ini...” (al-Albani, Silsilah al-Ahaadits ad-Dha’ifah wa al-Maudhu’ah, 1/6)

      Ibnul Qayyim rahimahullah (Wafat: 751H) berkata: “Dan janganlah sekali-kali keputusan yang telah engkau buat pada hari ini menghalangi dirimu untuk kembali kepada kebenaran sekiranya engkau meneliti semula pendapat tersebut lalu mendapat petunjuk di dalamnya. Karena sesungguhnya kebenaran adalah qadim (telah wujud sejak dahulu), tidak ada sesuatu pun yang merusakkannya. Kembali kepada kebenaran itu lebih baik dari terus-menerus dalam kesesatan.” (I’lam al-Muwaqqi’in, 1/86)

      Silakan dibuka lebih lengkapnya:
      http://bahaya-syirik.blogspot.com/2011/11/141-syaikh-al-albani-menepis-tuduhan.html

      Hapus
    5. @ Anonim 8 Januari 2013 23:58
      Apakah Syaikh Albani mengkafirkan Imam Bukhari?

      Silakan dibuka:
      http://bantahansalafytobat.wordpress.com/2010/10/20/bantahan-6-kedustaan-tuduhan-al-albany-mengkafirkan-al-bukhari/

      Jika Syaikh Albani mengkafirkan Imam Bukhari: mana mungkin beliau mengambil hadits2 dlm Shahih Bukhari sebagai kitab rujukan, mana mungkin beliau memuji sahihain sbg kitab paling sahih setelah Al-Qur'an, mana mungkin beliau menyebut Imam al-Bukhari sebagai:
      1) Imam al-Muhadditsin. (lihat: al-Albani, Silsilah al-Ahaadits ash-Shahihah, 6/980 – Maktabah al-Ma’aarif)
      2) Imam di Dunia. (lihat: al-Albani, Silsilah al-Ahaadits ash-Shahihah, muqaddimah jil. 4 – Maktabah al-Ma’aarif)
      3) Amiir al-Muhadditsin. (lihat: al-Albani, Silsilah al-Ahaadits ash-Shahihah, muqaddimah jil. 3 – Maktabah al-Ma’aarif)

      Hapus
  4. Panjenengan yang tanya bisa kesini : http://almanhaj.or.id/content/2324/slash/0/sembilan-tuduhan-dusta-terhadap-syaikh-al-albani/ atau kesini : http://abiubaidah.com/al-albani-dihujat.html/ Suwun

    BalasHapus