Halaman

Kamis, 25 Oktober 2018

KEWAJIBAN PASRAH TERHADAP DALIL

Bagaimanakah sikap kita sebagai seorang muslim bila menerima dalil? Dipikirkan dulu kah? Ditimbang dengan akal dulu? Atau bagaimana? Agar lebih faham berikut penulis tuliskan penjelasan Ustadz Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawi mengenai kewajiban pasrah terhadap dalil. Materi ini beliau sampaikan dalam audio Kajian Kitab Syarah Akidah Thahawiyah karya Imam Abu Ja’far At-Thahawi rahimahullahu ta’ala

Imam Abu Ja’far At-Thahawi rahimahullah berkata :
ولاتثبت قد الاسلا م الا علي ظهر التسليم والا ستسلا م
Kaki islam tidak akan kokoh kecuali diatas punggung pasrah dan taat.
(Terjemah Syarah Akidah Thohawiyah hal. 112)

Maknanya seseorang tidak akan kokoh didalam agamanya, yaitu agama Islam, kecuali apabila dia telah pasrah menerima, orang jawa bilang nrimo dengan apa yang telah Allah ta’ala beritakan dalam Al-Qur’an dan dengan apa yang telah Rasulullah beritakan dalam hadist-hadistnya yang shohih. Oleh karena itu, tanamkan ke dalam diri kita, kepada keluarga kita serta kepada kaum muslimin untuk memiliki sikap pasrah terhadap dalil. Allah ta’ala berfirman

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka mendapati dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (An-Nisa : 65)


حَرَجًا artinya tidak menerima, orang jawa bilang nggrundel, ada rasa tidak pasrah terhadap apa yang diputuskan oleh Nabi. Keimanan seseorang, dalam agama Islam ini akan tegar, akan kokoh bila ia memiliki sikap pasrah terhadap berita berita yang datang dari Allah dan Rasulnya.

Ustadz Sufyan bin Fuad Baswedan dalam kajian risalah Ushul As-Sunnah juga menjelaskan tentang kewajiban pasrah dan tunduk menerima dalil. Beliau menjelaskan :

Dalam risalah Ushul As-Sunnah Imam Ahmad berkata :
التمسك بما كان عليه اصحاب رسولالله, والا قتداء بهم, و ترك البدع
Berpegang teguh terhadap apa yang menjadi jalan hidupnya para sahabat Rasulullah shallahu alaihi wa sallam. Dan mengikuti mereka. Dan meninggalkan bid’ah.”      

Jadi pokok akidah kita ini adalah mengikuti. Tidak usah mikir-mikir, pusing merumuskan. Sudah ada dan sudah lengkap. Tidak perlu dirumus-rumuskan lagi. Tinggal diikuti saja. Itu prinsip yang pertama.

Bidang akidah ini bukanlah bidang untuk dipikir-pikirkan secara mendalam, kemudian dibuatkan teori-teori baru. Tidak.. Berbeda dengan filsafat, filsafat itu merumuskan dulu. Jadi ketuhanan itu konsepnya bagaimana dirumuskan dahulu, dipikir-pikirkan oleh manusia yang cikal bakalnya dzolim, jahil, kafir ini. Manusia yang dzolim dan kafir ini merumuskan Tuhan, lalu kira-kira jadinya kayak apa ?

Akidah itu sudah dijelaskan sejelas-jelasnya tinggal diikuti. Ndak capek, ndak repot, ndak pusing. Kalau kita ditanya, kenapa harus mengikuti saja ? apa ndak boleh menggunakan otak kita ? Jawabannya boleh, tapi banyak hal dalam akidah yang diluar jangkauan akal kita. Sehingga kalau kita paksakan akal kita untuk merumuskan, memahami, ndak mampu dia. Bukan karena itu bertentangan, bukan. Tapi karena memang akal tidak diberi kemampuan untuk bisa mencerna hal tersebut. Karena kebanyakan masalah-masalah akidah itu ghaib. Contohnya Allah subhanahu wa taa’la. Allah itu ghaib, tidak bisa dicapai dengan penglihatan. Tidak bisa tahu bentuknya seperti apa, dan lain-lain. Panca indera kita yang tidak bisa, bukan karena Allah yang tidak ada.

Sesuatu yang ghaib itu banyak. Sehingga kalau kita paksakan akal kita harus bisa mencerna, akan bingung terus kita. Seperti orang-orang filsafat kan selalu diliputi oleh kebingungan. Karena mereka memaksakan. Seandainya mereka berserah diri, dan itulah makna Islam. Seperti yang dijelaskan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dalam kitabnya Ushul Ats-Tsalatsah :

الا ستسلا م لله بالتوحد, والا نقيا د له با الطا عة, وا البرا ءة من الشرك واهله
Berserah diri kepada Allah dengan tauhid dan tunduk kepada-Nya dengan penuh kepatuhan pada segala perintah-Nya serta berlepas diri dari perbuatan syirik dan orang-orang yang berbuat syirik.”

Seandainya mereka pasrah akan enak, santai. Tetapi karena meraka paksa akal mereka, membebani akal dengan sesuatu yang diluar kemampuannya, mereka akhirnya bingung, dan ujung-ujungya karena tidak menemukan jawaban meraka atheis.


Syaikhul Islam, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu ta’ala dalam kitab Al Ushul Ats-Tsalatsah juga menjelaskan kewajiban membenarkan setiap yang Nabi Muhammad shallahu alaihi wa salam kabarkan. Beliau mengatakan :   

ومعني شهادة ان محدا رسول الله : طا عته فيما امر, وتصديقه فيما اخبر, و اجتناب ما نهى عنه وزجر, وان لا يعبد الله الا بما شرع   
Makna syahadat bahwa Nabi Muhammad adalah Rasul Allah adalah :

·        Menaati perintah beliau
·        Membenarkan berita yang beliau kabarkan
·        Meninggalkan segala yang beliau larang
·        Serta agar Allah tidak diibadahi melainkan dengan cara yang telah Beliau syariatkan

Oleh : Abu Abdurrahman Nashruddin
Referensi : 

 Dauroh kitab Ushul As-Sunnah Imam Ahmad bin Hanbal oleh Ustadz Dr. Sufyan Baswedan
 Audio Kajian Kitab Syarah Akidah Thahawiyah oleh Ustadz Abu Ubaidah As Sidawi
 Kitab Al-Ushul Ats-Tsalatsah karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab




Tidak ada komentar:

Posting Komentar